Smiley

8:55:00 PM
0

Cungkup Klenteng

Ada ungkapan, apalah artinya kaya kalau tidak bahagia. Atau, biar melarat asal kumpul sama keluarga. Bagaimana anda akan menanggapi ungkapan tersebut? Jika yang mengucapkannya orang melarat, terutama. Kalau aku, langsung saja akan meluncur kalimat skeptis, "ah, berkata begitu karena menutupi kemelaratannya tentu."

Sama halnya ketika ada yang berujar, "ah, lebih baik saya ndak shalat tapi selalu berbuat baik." Atau, "buat apa shalat kalau masih korupsi!" Tentu akan segera keluar kalimat skeptis, "ah, berkata begitu karena untuk menutupi kemalasannya."

Atau, "ah, Allah tidak meminta kita untuk bersuara merdu saat membaca Qur'an." Yang penting tajwidnya benar, tentu akan segera meluncur kalimat skeptis bahwa itu hanya alasan tidak mau belajar membaca dengan indah.

Skeptis, dan skeptis. Begitulah dada ini selalu berkomentar, karena melihat celah alasan untuk mengalahkan orang lain. Beda jika kalimat pertama di atas diucapkan oleh orang kaya yang meninggalkan kekayaannya demi menjadi relawan korban tsunami aceh. Tidak ada celah bantahan, jika ungkapan kedua di atas diucapkan oleh orang yang rajin shalat berjamaah di masjid. Dan juga akan berlainan rasa jika statement terakhir di atas diucapkan oleh seorang guru ngaji yang merdu suaranya.

Itulah salah satu bala tentara yang mempunyai negeri di dalam dada, nafsu. Yang gemar berucap skeptis ketika melihat kesempatan. Gemar mencela saat melihat yang lebih rendah nilainya dari pemilik dada. Celah sedikit saja dapat diolahnya menjadi setitik kesombongan, riya, iri dan segala sikap skeptis lain.

Pantas jika kita diwanti - wanti bahwa jihad terbesar adalah melawan nafsu.

End.



0 Komentar:

Posting Komentar