Smiley

5:30:00 AM
0
Dalam sebuah kuliah shubuh Saya pernah mendengar, apa hakikat manusia yang sebenarnya. Pemateri mengawali tausiahnya dengan menyitir ayat 185 dalam surah al Baqarah, tentang quran sebagai pedoman. Dalam frase hudal linnaasi wa bayyinaatim minal hudaa wal furqaan.  Dari sebuah pembacaan, ada yang menarik tentang khabar dari Allah di dalam ayat yang lain. Yaitu dalam surah Adz Dzariyat 56, yang dalam terjemah bahasa Indonesia biasa ditulis, "Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepadaKu." Atau dalam tafsir ibn Katsir ditranslate ke dalam bahasa inggris, "And I created not the jinn and mankind except that they should worship Me."

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالإِنسَ إِلاَّ لِيَعْبُدُونِ 
Apa yang menarik? Jika diperhatikan akhir ayat di atas, harakat pada nun adalah kasrah bukan? Banyak ahli bahasa yang mengulas keunikan bahasa dalam ayat ini. Karena dalam kaidah gramatikal, nun pada kalimat yang akhir tersebut dinasabkan dengan dibuang. Sehingga beberapa ahli lughat memberikan tambahan keterangan bahwa huruf terakhir dari kalimat tersebut adalah ya (ي). Atau liya'buduunii, sehingga terjemah dalam dua bahasa tersebut menjadi tepat. Sungguh indah bahasa Quran ini.

Dalam kitab Sirrur Asrar, Syeikh Abdul Qadir Al Jailani memberikan tafsir dalam kalimat liya'rifuun. Agar jin dan manusia dapat mengenal, dalam hal ini penciptanya. Ust. Abdul Hakim memberikan garis bawah amanat manusia sebagai abdullah ketika mengkaji ayat yang dibacakan pada pagi itu. Setelah memahami bahwa kecenderungan jin dan manusia di dunia ini adalah memperturutkan hawa nafsunya. Istilah beliau, ''kedunyan," banyak dari jin dan manusia yang menjadi abdul hawa. Sehingga tepat jika Saya tambahkan kajian tentang surah Adz Dzariyat 56 dalam pembahasan materi.

Dalam penjelasan yang lebih lengkap (Ibn Katsir) Ibn Abbas RA memberikan tafsir, "So that they worship Me, willingly or unwillingly." Tafsir ini menjelaskan rangkaian wahyu dari ayat 51-56 bahwa Allah sangat murka terhadap jin dan manusia yang mengambil pembanding Allah.

Jihad An Nafs


Ust. Abdul Hakim dalam kajiannya mengisyaratkan banyak manusia yang lebih mengedepankan akal dan nafsunya. Menjadikan dua hal ini sebagai sumber kebenaran, sebagai Tuhan. Banyak orang penganut faham materialisme menganggap science sebagai kebenaran. Sehingga sampai pada level menafikan apapun yang tidak bisa dijelaskan oleh ilmu pengetahuan. Padahal sifat manusia itu fujur, rendah. Mudah dihanyutkan oleh pandangan nafsunya. Seperti Firaun yang sanggup mengklaim dirinya sebagai tuhan yang paling tinggi. Itulah kebenaran menurut Firaun, yang telah dianugerahi kerajaan yang besar dari sisiNya. Memunculkan pembanding bagi Allah. 

Manusia pada umumnya memang tidak sama kapasitasnya dengan Firaun. Namun rupanya banyak manusia menuhankan nafsu. Hingga akal pun dapat dikuasai dalam logika materialis, yang tampak saja. Karena nafsu yang menjadi pengendali, maka menjadi liarlah manusia. Dan kemudian segera saja berada dalam jurang kehancuran, tanpa mereka sadari. Mereka buta, tuli meskipun mereka melihat dan mendengar. Seperti binatang yang tidak mendengar panggilan kecuali perkataan saja.

Penceramah juga kembali menegaskan, bahwa manusia adalah Khalifah di muka bumi. Tugas mulia yang sebagai abdullah dan khalifah adalah perkara yang berat. Dan Allah, sebagai pemilik hukum, memberikan Quran sebagai pedoman. Petunjuk bagi manusia, dan penjelasan dari petunjuk juga pembeda. Sayangnya, Abdul hawa telah membuat hukum mereka sendiri. Bahkan alergi dengan hukum yang haq. Berhati-hatilah jika kita memiliki sifat ini, karena barangkali kita telah beribadah kepada nafsu. Turun level menjadi abdul hawa, abdun nafs. Allahu a'lam.



0 Komentar:

Posting Komentar