Smiley

7:50:00 AM
0
Mengenang Pengkaderan.

Pengalaman MOS?! Hmmm ... apa yang masih bisa diingat, ya! Oh, ya. Waktu SMP saat dihukum ke depan kelas karena terkena lemparan sepotong kapur tulis dari seorang senior. Kata temen, sampai seperti orang yang mau nangis. Haha ... Atau waktu SMA, saat seorang senior tidak mampu berkata apa-apa karena Aku nekat ikut MOS tanpa perlengkapan yang sudah masuk daftar peloncoan. "Anake sopo iki?!" cuma itu yang bisa dikatakan oleh mbak-mbak cantik itu.

Yang pasti akan tetap ramai adalah MOS tingkat sekolah, karena memang wajar lah jika orang tua memantau dengan ketat. Tetapi, kalau masuk OSPEK kuliah? Wah, betapa senang jika diantar sampai gerbang kampus. Tidak harus nebeng teman paling dekat dari rumah, dengan motor butut hasil didikan Bapaknya. Banyak pengalaman yang masih melekat dari masa-masa ini. Seperti bekas luka pada punggung telapak tangan yang masih ada hingga sekarang. Setidaknya dua kali penulis mengalami kecelakaan selama OSPEK, dengan teman yang sama.

Itulah asyiknya nebeng, sama-sama tergantung keberuntungan masing-masing. Begitu juga dalam kompi OSPEK yang tak lebih dari 40 orang, tetapi dipaksa untuk mengalahkan yel-yel anak mesin yang jumlahnya mendekati 200 orang. Kuantitas bukan segalanya, Bung! Ah, setidaknya sudah sangat beruntung jika tidak dapat giliran meminum air mineral palsu dari ujung keran PDAM. Anggap saja ada teman yang sedang melampiaskan emosinya secara rahasia. Meski sayang kepada teman sendiri, hahaha.

Pulang tengah malam, dan sebelum subuh sudah berkumpul di base camp untuk bersiap dengan segala atribut aneh khas OSPEK. Menangis di barisan sudah biasa terjadi, cengeng ya?! Tetapi jika lelaki yang paling garang di dalam kompi kami pernah menangis juga, masih sukarela mengatakan begitu! Hidup kompi khusus BKO (Bawah Kendali Operasi) keras, Bung! Siapapun yang terjaring dalam tim ini sudah harus memastikan diri untuk menerima tinjuan sayang dari senior. Namanya juga lelaki, ada bagian yang keras itu.

Dan di tengah perjuangan itu, tiba-tiba ada salah seorang dari kami yang ditarik oleh orang tuanya karena sebuah insiden yang tidak kami ketahui. Seperangkat tim BKO yang dipilih khusus harus berangkat untuk menculik teman kami tersebut dari Papa -Mamanya. Kenapa harus repot? Karena tidak dapat kami bayangkan ketika nanti berkuliah, dan teman kami itu mendapat diskriminasi tertentu selama 4 tahun. Kami memang lugu, tapi solidaritas dan ketabahan kami punya!

Papa - Mama yang memantau ketat anaknya selama OSPEK tidak terjadi hanya ketika jaman sekarang, saat semua sudah jauh lebih baik. Jaman kami, yang katanya mirip STPDN, pun sudah ada yang seperti itu. Tetapi tahukah, ketika beberapa orang dari kami yang mengadu kepada PR I (Pembantu Rektor) justru mendapat kata balik. Itulah ITS, Nak! Atau mungkin jika pejabat tersebut sedang tidak mengenakan seragam akan berkata sambil mengangkat tangan, "Iki ITS, Cuk!"

---

Lain ketika menjadi maba (Mahasiswa Baru) atau gundhul, lain pula ketika menjadi panitia. Pengalaman penulis menjadi instruktur, tukang orasi di depan gundhul, harus sanggup menjadi orang super kreatif dan ngotot. Ketika di dalam hati masih ada dendam, semua panitia dilarang menggunakan kata-kata binatang yang dulu kami terima sebanyak tiga kali sehari. Obat! Dan bagaimana caranya menghilangkan kata-kata CUK itu?! Ketika itu sangat mudah untuk dilakukan! Haha ... itulah perjuangan dari tim perbaikan yang luar biasa. Untuk memutuskan membuang kata mudah. Improvisasi, rek! Kita panitia yang berjuang untuk lebih baik!

Bahkan senior kelas kakap (jurasic, potensi telat lulus) pun harus masuk ruang kelas pelatihan jika masih berharap menyalurkan sedikit balas dendamnya. Dengan materi-materi pengkaderan yang muluk dan susah diaplikasikan. Apalagi jika sudah dalam posisi terpojok karena gundhul yang cerdas menemukan argumen TOP. Ingin rasanya menggunakan kata-kata J**C*K itu. Tentu jika tidak ada tim SC (Steering Committee) di balik layar yang siap menghajar para orator di forum rakyat himpunan. Padahal, sebagian dari kami hanya ingin sedikit menyalurkan kesumat yang tersimpan saat jadi maba. Aduh! Puyeng!

Itulah sesungguhnya OSPEK yang terjadi, saat menjadi panitia. Saat menjadi seorang pengkader, yang harus siap menerima akibat dari doa-doa junior mereka yang merasa teraniaya. Ah, tentu Papa - Mama yang ikut OSPEK itu tidak tahu rasanya menjadi panitia pengkaderan. Seperti kami yang tidak pernah tahu bagaimana mereka menyayangi anaknya. Bahkan ketika sekarang kegiatan OSPEK itu menjadi jauh lebih 'beradab', seperti yang telah dilaunching oleh ITS dengan GERIGI 2015-nya. Ketika kegiatan OSPEK dimulai dengan SHALAT SUBUH Berjamaah (bagi muslim) dengan segala kewajiban yang mengikutinya, seperti pemakaian hijab untuk muslimah.

Surat Ortu Soal OSPEK
furtherconfirmationneeded
Tetapi kami tetap salut dengan ribuan orang tua yang percaya kepada panitia OSPEK. Mempercayakan yang terbaik sebagai pembelajaran bersama. Bukan hanya maba atau gundhul yang dituntut belajar, tetapi kami sebagai panitia OSPEK pun tidak menikmati masa libur jauh sebelum para gundhul itu mencukur rambutnya. Ketua SC pun menjadi sandera bagi kami oleh pihak rektorat. Skorsing akan jatuh kepada mereka yang bertanggung jawab! Minimal 3 orang pucuk pimpinan dalam organisasi dan panitia.

Tentu semua masalah adalah tantangan, karena memang dunia ini adalah tempat beradunya pikiran manusia. Semua komplain dan keluhan juga adalah cambuk untuk menjadi lebih baik. Meski kadang, ada juga unjuk protes yang tidak perlu diacuhkan. Anggap saja gonggongan yang tidak menghalangi para kafilah. Kafilah kebenaran di bumi Allah. #Beemoslem

Keluahan Papa


0 Komentar:

Posting Komentar