Smiley

7:07:00 AM
0



Kadang Aku harus merasa iri kepada kunang-kunang. Sebelum mereka bertemu dengan pasangannya, mereka menebarkan cahaya di kegelapan jalan yang dilalui. Dengan sangat rahasia, mereka berkirim pesan kepada belahan jiwa. Apakah sampai? Mereka tidak melakukan keraguan dan hanya berbuat saja. Mungkin juga mereka justru merasa terbantu dengan gelapnya jalan, semakin pekat cahaya mudah ditemukan.

Bolehkah kita mencontoh cara mereka? Sayangnya kita bukan kunang-kunang, kita akan mendapat label autis jika melakukan itu. Jadi wajar juga jika kemudian Aku juga memilih jalan populer. Apalagi sebagai manusia Aku juga masih harus bekerja. Menurut beberapa penelitian yang entah siapa penanggung jawabnya, tempat kerja adalah tempat yang baik untuk menemukan soulmate. ''Katanya begitu!"

Dan sangat menyenangkan sekali jika memang begitu, karena kerja adalah salah satu hal yang dapat menyingsingkan lengan baju. Kita tidak dapat berpura-pura di dalam bekerja. Harus totalitas, keringat kita yang berbicara. Maka, kemudian banyak rekan kerja yang menemukan sisi yang menyenangkan itu. Yang Aku sembunyikan untuk diriku dan tanggung jawabku. Kalau sudah bekerja, Aku memang tidak bisa diam. Semua kosakata yang ada di dalam pikiran akan keluar semua.

Ya, kerja itu tidak asyik sendirian. Lebih enak menjalankannya bersama tim, meski kadang kita harus serba bisa. Untuk menutupi salah satu anggota yang super lelet. Itulah seninya, harus teguh untuk menahan diri dari sekedar kata-kata yang keluar secara emosional. Karena percuma saja, ributk koq dengan tim sendiri. Tapi selalu ada resiko indah di dalam tim. Tim yang tidak selalu beranggotakan sama gender, bisa menjadi tempat flirting paling diminati.

Aku juga sering memilih jalan yang mudah itu, daripada harus menjadi kunang-kunang. Yang selalu konsisten dalam menyalakan cahayanya. Iman manusia naik turun, sejarah manusia juga penuh dosa. Setidaknya itu alasan yang menjadikan lokasi sebagai tempat paling subur untuk memanam cinta. Ah, bahkan kertas data pun dapat mengalirkan getaran kecil. Jika dosisnya tepat, dan terus meningkat, bisa berubah menjadi kerinduan. Dari ketidaksengajaan bersentuhan, hingga pegangan tangan yang diskenariokan.

Tidak takut dosa? Ya, tahu kan bagaimana emas di dalam lumpur. Mereka tetap emas, tetapi kita harus menjulurkan tangan dan kotor untuk mengeluarkannya dari lumpur. Akan sangat belepotan memang tangan kita. Berlumur api neraka, yang tersembunyi dalam beberapa langkah mudah itu. Manusia memang mudah lupa dengan masa depannya, sih. Jadi wajar jika ketagihan dengan jalan yang berdebar-debar itu.

Aku juga begitu, awalnya akan selalu ada bisikan yang mencaci. Tetapi setelah tanda-tanda mulai tampak, mau tidak mau harus lanjut. Dengan alasan kasihan dengan hati orang. Duh, bisa begitu. Misi selanjutnya adalah keluar bersama dari kubangan lumpur. Dan menjadi kunang-kunang yang memendarkan cahaya. Pesan ke dalam kebaikan pasti berbekas, kan. Apalagi dalam gelisah tanpa cahaya. Meski sering, emas itu lebih nyaman dalam gelapnya.

Cintaku dirundung api, dan merasa nyaman di sana. Dia tidak mau berkorban untuk keluar dari kenyamanan dalam gelap. Toh, waktu juga masih lama, masih muda. Mungkin begitu yang ada dalam pikirannya. Atau memang dia tidak pernah bersiap untuk itu. Kecuali setelah kenyalnya masa muda mulai pudar. Pesan telah disampaikan, berita gembira telah diperdengarkan. Aku tidak menyesal harus kaluar dari gelap, dan memulai lagi menghidupkan cahaya. Berkirim pesan seperti kunang-kunang, atau mungkin harus dengan bahasa morse yang populer itu.  

0 Komentar:

Posting Komentar