Smiley

7:08:00 PM
0
Nahkoda dan Tujuan

Kita memang sangat menikmati keliaran imajinasi ketika masih kecil. Dengan tema menggambar bebas, coretan kasar di atas kertas HVS itu begitu hidup dalam pikiran kita. Entah cerita itu tentang seseorang disamping kita, yang telah terlalu perhatian dan baik. Atau kisah tentang superhero yang selalu kita tunggu-tunggu episode terbarunya di layar kaca. Kita memang sederhana ketika itu, sesederhana "Aku ingin jadi Pelaut." Seperti Popeye Si Pelaut yang perkasa karena bayam instan kalengan.

Kita masing-masing boleh dengan mudah berganti cita, apalagi jika itu secepat hitungan kita pada suara terbanyak. Saat Ibu guru bertanya, "apa cita-cita kalian asa besar nanti?" Harus cepat berpikir jadi anak-anak, tidak usah sibuk dengan banyak kendala. Apalagi berpikir, "apakah besok masih boleh sekolah lagi?!" Hidup itu singkat, bukan. Jadi buat apa terlalu payah untuk berhitung dan berencana.



Hidup sederhana, di tepian awan yang biru. Hijau menghampar di sekitaran, burung-burung ikut mewarnai. Jika beruntung, akan ada banyak suara jangkrik memainkan orkestra hidup. Atau senda gurau dengan warna jazz ketika hujan turun, oleh sekawan Katak Malam. Sementara di dalam rumah, waktu berlalu dengan cepat. Tiba-tiba saja ramai oleh suara anak kecil seperti kita. Sedang kita telah mulai menjadi tua, mengantar mereka menikmati imajinasi masa muda. Dan kemudian foto-foto dan lukisan masa kecil kita menghiasi hari.

Kita tidak perlu membahas banyak perbedaan, karena kita dua orang tetapi satu. Saling melengkapi atas sunnah kehidupan. Lelaki dan perempuan, seperti biasa. Tanpa pengaruh dunia yang sudah mulai bosan dengan hubungan laki-perempuan. Tidak perlu ada banyak impian tentang bentuk dan tata ruang kediaman kita. Biarkan hanya petak kecil dengan halaman rumput yang luas, yang akan mengundang capung dan kupu di pagi dan senja hari. Dan ketika gelap datang, akan bertebaran cahaya kuning memenuhi pekarangan.

Seperti kunang-kunang, kita bergulat dalam diam. Perbedaan harus diselesaikan dengan sandi-sandi pendar cahaya. Tanpa ada pergumulan yang benar nyata, kekerasan dalam rumah tangga. Maka kita pun dengan puas mengantar pemuda-pemuda baru. Yang juga akan melewati hal yang sama di pekarangan kecil itu. Tanpa takut perubahan jaman yang akan datang dan menggusur keasrian di lereng gunung.

 

Dalam melewati hari, kita dapat menjelma menjadi apa saja. Berpasang-pasang sempurna, dalam rangkaian kata yang kita dengar sehari. Seperti orang inggris yang berujar, "You are apple to my Pie." Kita boleh berperan jadi sepatu yang lengkap karena ada talinya. "Engkau sepatu maka aku talinya." Atau saat mengenang biru laut yang berpendar di angkasa, "Aku yang menjadi siang untuk birumu dan menjadi desir dari ombakmu di kegelapan malam."

Memang hidup tidak akan semudah itu, karena ada banyak tagihan meski udara yang kita hirup cuma-cuma. Rumah di pekarangan luas itu, juga harus kita lunasi dengan penat di akhir bulan. Kita juga masih harus terus berjuang menyambung usia, agar sampai pada segmen terakhir hidup kita. Tanpa jaminan akan berlabuh di masa tua. Dan sesuai harapan menikmati timeline dalam putaran film-film kenangan, setiap senja. Menikmati indahnya matahari terbenam.

Ada harga yang harus diperjuangkan, dan lelah yang tidak dapat dihindari. Agar kita tidak bosan dalam perjalanan waktu. Detik-detik berjalan lambat saat lautan tenang. Itulah kehidupan, yang harus kita sederhanakan di dalam hati. Selaras dengan imajinasi masa kecil kita. Selama kita muslim di dunia, kebahagiaan akan selalu ada di dalam hati. Bebas oleh riak-riak kehidupan yang tidak perlu.

0 Komentar:

Posting Komentar