Smiley

0
Pulang jumatan terkenang kisah yang dinukilkan dalam khutbah. Alkisah Sayyidina Umar yang terkenal sebagai khalifah yang rajin blusukan, tanpa wartawan atau paspampres. Beliau bertemu dengan seorang pengembala, dan tertarik dalam hati beliau untuk menguji Sang Gembala tentang kejujuran. Khalifah menawarkan harga untuk satu ekor kambing, namun ditolak oleh Gembala yang ternyata seorang hamba sahaya. Berusaha membujuk, khalifah beralasan tidak akan ada yang tahu jika kambing sebanyak itu diambil satu ekor. Tapi kemudian Al Faruq terkagum dengan jawaban pemuda itu, bahwa Allah ada, ada Allah. 

Kecil yang Berani

Oleh kejujuran Sang Pemuda Miskin tersebut, Umar RA mengundangnya agar menjadi orang penting di sisi beliau. Namun, karena sifat malu (sifat auliya') , Sang Pemuda justru berdoa kepada Allah agar diambil nyawanya. Demi tetap menjadi kerahasiaan amal, kalau jaman sekarang mungkin sudah mampir di infotainment. Dan di akhir kisah, Sang Pemuda meninggal sebelum Khalifah menjadikannya orang kepercayaan. Sebagai penghormatan, Khalifah mengurus keperluan mayyit langsung dengan tangan beliau sendiri. 

Kisah diatas hanya sebuah garis besar yang digambarkan khatib, yang terekam dalam memori kapasitas kecil Saya. Karena tertarik dengan ibrahnya yang dalam, Saya coba tanya kisah ini pada google. Namun rupanya banyak versi dari kisah ini yang beredar di blog maupun website. Atau bahkan di kolom pembaca media besar. Dari keinginan untuk menuliskan kembali, Saya justru menjadi ragu dengan kisah tersebut. Jadilah Saya mencoba mencari - cari periwayat kisah tersebut. Berikut riwayat yang menurut Saya lebih terpercaya (dengan segala keterbatasan peniliaian).   

---

Dari Abdullah bin Dinar berkata: Saya pergi bersama Ibnu Umar ke Makkah, di tengah perjalanan, kami berhenti sebentar untuk untuk istirahat. Tiba-tiba ada seseorang anak gembala turun dari bukit menuju kearah kami, Ibnu Umar bertanya kepadanya: "Apakah kamu penggembala?" "Ya…" jawabnya. Lanjut Ibnu Umar lagi: "Juallah kepada saya seekor kambing saja." (Ibnu Umar ingin mengetahui kejujurannya)

Penggembala menjawab: "Saya bukan pemilik kambing-kambing ini, saya hanyalah seorang hamba sahaya." "Katakan saja pada tuanmu, bahwa ia dimakan serigala." kata Ibnu Umar membujuk. "Lalu dimanakah Allah Azza wa-Jalla?" jawab penggembala mantap. (Ibnu Umar bangga dengan jawaban penggembala) dan bergumam: "Ya, benar dimanakah Allah?" Kemudian beliau menangis dan dibelinya hamba sahaya tadi lalu dimerdekakan. (Thabrani rijalnya Tsiqqoh. III/216).

---

Saya sungguh kemudian kehilangan semangat untuk mencari lagi, sumber kisah yang dibawakan khatib. Dan ibrah yang luar biasa tersebut kemudian seolah menjauh. Saya tidak mengatakan bahwa nilai ibrah dari kisah yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Dinar kalah dari kabar khatib. Bahkan nilai utama dari kedua kisah di atas adalah sama, kejujuran yang tak terbeli. Terlepas awal muasal kisah yang beredar di ranah maya produk keluaran mesin pencari. 


Yang menjadi resah, ini bukanlah kisah fiksi yang biasa ditulis orang dalam karya sastra. Dan nilai yang diajarkan adalah kejujuran. Lalu, mengapa ada tambahan dan hiperbola? Apakah ini yang disebut white lie? Seperti saat kecil dulu kita sering mendengar kisah tanpa tulisan dari kakek dan nenek. Sungguh, sangat disayangkan. Kisah seperti ini sangat banyak beredar di dunia maya maupun dunia nyata. Dalam istilah sastra ada jenis cerita yang disebut A Fish Story. Dengan kesengajaan, hal yang tak ada terjadi dibuat menjadi suatu kisah. Tetapi karena cerita yang biasa tidak akan menarik, jadilah ditambahkan keajaiban - keajaiban. Berlebihan. Khurafat, kata orang melayu.
3 Sya'ban 1436 H






0 Komentar:

Posting Komentar